PATUNG DALIHAN NATOLU "SITOLU HARAJAON" AKAN DIBANGUN DI SAMOSIR

(Tolping - Samosir)
Pemerintah Kabupaten Samosir berencana membuat terobosan baru melalui rencana pembangunan prasasti budaya yaitu Patung Harajaon di Bukit Beta Tuktuk Siadong Kecamatan Simanindo. Pemilihan lokasi Bukit Beta karena lokasi yang cukup strategis sebagai salah satu pintu masuk ke lokasi objek wisata Kabupaten Samosir. Untuk mengantisipasi pemikiran dan presepsi yang berbeda dikalangan Masyarakat khususnya masyarakat Batak di parserahan dan di Bona Pasogit.


Pemerintah Kabupaten yang disponsori oleh PT. Wijaya Bina Cipta Karya melakukan seminar di Jakarta dengan tema ”Sosialisasi Pembangunan Prasasti Sejarah Asal Muasal Suku Batak Patung Dalihan Na Tolu Sebagai Basis Pengembangan Industri Kreatif dan Parawisata Diharapkan akan tumbuh keinginan yang kuat, untuk peduli dan menghargai serta melestarikan sejarah dan budaya Batak menjadikan Aset yang bernilai tinggi dan unik”. Diharapkan ke depan akan dibangun di pintu masuk desa-desa di Kabupaten Samosir demikian dikatakan Bupati Samosir, Ir. Mangindar Simbolon, Selasa (20/10) di Hotel Bumi Karsa Jakarta. Hadir dalam seminar tersebut, Tokoh Adat dan Budaya Batak Doangsa Situmeang, Penulis buku Budaya Batak Bisuk Situmeang, Tokoh Masyarakat Batak Benny pasaribu, Tokoh Adat dan Marga Duaman Panjaitan, Sutradara Edward Pesta Sirait, Pengusaha Kerajinan Ulos Batak Martha Ulos, Dirut Inticom Ir. Tigor Situmorang, MBA, Tokoh Pengurus punguan Marga Simbolon Mayor Simbolon, Tokoh Pers dan Tokoh Adat Ronald Sihombing, Designer Nasional berbasis ulos Batak Merdi Sihombing, Wartawan Senior SIB Jamida Pasaribu dan Jajaran Pemerintah Kabupaten Samosir.

Sebagai pembicara utama Uskup Agung MGR. DR. AB Sinaga, dengan topik pembahasan legenda sejarah asal muasal Suku Batak dalam prasati patung Si Tolu Harajaon (Dalihan Na Tolu) dalam mempersiapkan permulaan era baru, peta baru, pendekatan baru dan nantinya akan dilanjutkan pada ke depan yang memiliki konsep injil dalam bentuk transedensi dan imanensi.

Lebih lanjut Uskup Agung Medan mengatakan, Saya adalah orang Khatolik. Theology Khatolik ialah bahwa segala nilai baik dalam budayanya itu berasal dari Allah tetapi itu tidaklah sempurna, kepenuhan dan kesempurnannya dalam Yesus Kristus. Maka dari itu saya menekankan bahwa tidak ada Sipele Begu bagi orang Khatolik semua menyembah Allah tapi tidak sempurna terpaut dengan dosa tan-tanan ( dosa bawaan-red). Dalam ilmu theologia hal ini dikatakan sebagai sperma-spermatikos atau benih-benih sabda dalam budaya.

”Terus terang saya bukan pengikut Nomensen yang membuat Huta Dame dengan pembatasan antara orang kristen dengan Sipele Begu dan ini harus saya hapuskan dari kalimat saya tetapi tugas kita adalah untuk menyempurnakan segala yang kotor oleh dosa asal itu. Pada dasarnya seperti kata konsili Vatikan kedua, mereka telah dibimbing oleh Allah dalam perjalanan yang gelap karena dosa tetapi Allah tidak akan meninggalkan mereka maka dari itu saya berkata, bahwa pembakaran ulos tidak berlaku bagi orang Khatolik.” katanya

Pada sesi kedua dihadirkan tiga pembicara sekaligus yakni, Dosen Seni Rupa UNIMED Drs. Syahruddin Harahap M.Si, mengatakan dalam paparannya mengenai pemahaman dan pemaknaan estetika ornamen habatakon untuk arsitek patung Siharajaon (Dalihan Natolu). Dr. Daulat Saragih M.Hum yang juga Dosen Filasafat UNIMED memaparkan tentang manfaat dan kegunaan pembangunan prasasti sejarah asal- muasal suku Batak patung Sitolu Harajaon dan aplikasinya dalam kehidupan masyarakat Batak sehari-hari. Selanjutnya Dr. HP Panggabean SH, M.S seorang tokoh masyarakat dan pakar hukum menyampaikan pembahasan soal harmonisasi kehidupan suku Batak yang didukung nilai-nilai adat dan budaya serta manajement konflik dalam ajaran budaya Batak dalihan Natolu.

Dalam Kesempatan itu Bupati Samosir Ir. Mangindar Simbolon mengatakan agar supaya masyarakat Batak dapat berkenaan memberi perhatian dan partisipasinya dalam kemajuan pembangunan Samosir sebagai tanah leluhur bangso Batak, dan secara khusus sangat mendukung rencana pembangunan prasati sejarah dan budaya patung Si Tolu Harajaon.

Disamping itu Bupati Samosir hal-hal bebrapa kendala pembangunan, terkait dengan persoalan tanah ulayat, tanah adat. Mendengar keluhan ini para peserta seminar turut merasa prihatin. Hal ini terungkap dari pernyataan-pernyataan peserta yang lebih condong pada dukungan moral supaya Pemdakab Samosir bertindak lebih arif dan pintar-pintar menghadapinya serta tetap memelihara kedamaian sesuai tradisi budaya yang berlaku. Lebih tegas Bupati Samosir tentang masalah tanah ulayat atau tanah adat atau tanah lainnya di Samosir menyatakan tidak akan menjual ke pihak asing. ”Setapak pun tanah di Samosir tidak akan di jual kepada pada orang asing, tapi kita berharap tanah-tanah itu dimanfaatkan untuk mengembangkan pembangunan dan pembangunan samosir sangat membutuhkan investor”, jelasnya.

”Tapi seandainya ada investor yang tertarik melakukan Investasi di Samosir dan membutuhkan lokasi atau atau tanah pengembangan pembangunan maka Pemdakab Samosir siap mengatur kerja sama penggunaan lahan tanah dengan kontrak sementara. Untuk itu kita sudah menyusun rancangan perda khusus mengatur hal kontrak penggunaan tanah termasuk rancangan tanah ulayat dan adat sehingga dengan demikian tidak perlu diragukan tanah di Samosir dan tidak akan menjadi milik orang lain”, lanjutnya.

Pada akhir acara seminar, Panitia membuat rumusan-rumusan kesepakatan bersama oleh pejabat pemerintah, tokoh masyarakat Batak yang mewakili semua pihak dan marga serta membuatakan surat pernyataan kesepakatan bersama untuk pembangunan tanah leluhur bangso Batak.(RS)


Read More......

Wujudkan Visi, Samosir Harus Kembangankan Potensi Pariwisata Berbasis Regional

Oleh : Rikchal Raffles Siallagan

Sektor pariwisata merupakan sektor yang selalu menjanjikan bagi sumber penghasil devisa, karena memiliki multipliereffects bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu merupakan sebuah keharusan bagi seluruh stakeholders di Kawasan Danau Toba, khususnya di Kabupaten Samosir yang terlibat untuk mengelola sektor ini dengan baik.

Seperti kita ketahui, Kabupaten Samosir memiliki banyak potensi pariwisata, seperti wisata alam, budaya dan sejarah, yang memiliki ciri khas tersendiri. Kekhasan budaya dan daya tarik pariwisata Samosir pun tak diragukan lagi, mulai dari dapur (kuliner), pakaian adat, budaya, rumah, kegiatan sehari-hari, seni, agama, hingga panorama alam dengan ciri khas Danau Toba yang semua memiliki karakter memesona wisatawan.

Setiap tahunnya, berbagai even-even yang digelar Pemerintah Kabupaten Samosir untuk menarik minat wisatawan manca maupun domestik, seperti even tahunan Lake Toba Ecotourism Sport (kerjasama Kabupaten se-kawasan Danau Toba), Paragliding, Pesta Budaya seperti Gondang Naposo. Untuk tahun ini misalnya, Pemerintah Kabupaten Samosir telah banyak menggelar even nasional dan internasional untuk menggairahkan sektor pariwisata, seperti Fstival Internasional Pemuda dan Olah Raga Bahari, Samosir Lake Toba Paragliding International Open Competition (SLTPIOC), Horas Samosir Fiesta (HSF) dan pesta-pesta budaya lainnya.

Berbagai even di atas, seperti LETS dan FIPOB menggambarkan kesan bahwa citra pariwisata daerah yang berdiri sendiri-sendiri mulai berubah, menuju sebuah agenda pengembangan wisata berbasis kawasan. Hal ini penting dilakukan, karena bagaimanapun seluruh Kabupaten di kawasan Danau Toba memiliki potensi wisata yang tak kalah menariknya. Sebut saja Dolok Tolong (Tobasa) sebagai salah satu lokasi Gantole dan Paralayang, Salib Kasih (Taput) sebagai wisata rohani, Parapat (Simalungun), Taman Wisata Iman Sitinji (Dairi), Tonging (Karo) merupakan panorama alam, Objek Wisata Batu Aspal (Humbahas), dll.

Selain itu, agenda wisata yang melibat beberapa Kabupaten di kawasan akan menjadi sebuah paket menarik bagi wisatawan. Apalagi paket wisata ini didukung oleh pengelolaan dan jaringan yang maksimal. Paket ini tidak melulu harus berbentuk paket wisata perjalanan, bisa saja lewat pagelaran seni dan budaya, bahkan juga melalui media interaktif.

Alternatif lain juga bisa melibat lingkup yang lebih besar seperti pengembangan wisata khas Batak yang melibatkan beberapa Kabupaten di Kawasan Danau Toba, seperti Samosir, Simalungun, Tobasa, Dairi, Taput, Karo dan Humbahas.

Pengembangan pariwisata berbasis kawasan ini diharapkan mampu untuk pemerataan pemasukan bagi sektor pariwisata di daerah-daerah kunjungan wisata. Karena melalui program ini ada distribusi kunjungan wisatawan, yang berarti membelanjakan kebutuhannya tidak hanya di satu tempat saja tetapi di beberapa tempat. Namun, langkah-langkah ini benar-benar harus dipersiapkan dengan seksama untuk menghindari kompetisi yang berlebihan antar kawasan seputar Danau Toba.

Masing-masing Kabupaten harus memiliki jadwal atraksi budaya yang berbeda dengan Kabupaten lainnya, kalau pun sama mengusahakannya dalam format yang berbeda, karena seringkali beberapa program yang sama digunakan untuk menarik wisatawan. Kesan yang muncul kemudian bukannya bagus tetapi membosankan. Oleh karena itu, dibutuhkan komunikasi dan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan oeh masing-masing stakeholders di kawasan Danau Toba.

Oleh Karena itu pembentukan kerjasama Kabupaten se-Kawasan Danau Toba sangat perlu untuk memaksimalkan peran Danau Toba sebagai ikon pariwisata nasional. Sebut saja seperti Badan Otorita Danau Toba, Badan Pariwisata Kawasan Danau Toba harus segera direalisasikan. Untuk itu harus terjalin koordinasi yang baik antara Pemerintah Pusat, Pemprovsu dan Kabupaten lainnya untuk duduk satu meja mensinergikannya.(*)

Read More......
Template by : Kendhin x-template.blogspot.com