INDUSTRI KREATIF UKIRAN KAYU DUKUNG PARIWISATA SAMOSIR

(Tolping - Samosir)
Industri kreatif merupakan suatu proses pengolahan bahan-bahan mentah dengan sentuhan seni dan inovatif, sehingga menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah dan ekonomis serta bermanfaat bagi orang lain. Oleh karena itu industri kreatif sangat menghargai proses yang akan menghasilkan produk bermutu dan bernilai jual tinggi. Produk industri kreatif diharapkan mampu menunjang industri pariwisata sekaligus ekonomi masyarakat Kabupaten Samosir sesuai dengan visi Menuju Kabupaten Pariwisata Tahun 2010 Yang Indah Damai dan Berbudaya Dengan Agribisnis Yang Berwawasan Lingkungan Menuju Masyarakat Yang Lebih Sejahtera. Demikian dikatakan Bupati Samosir Ir. Mangindar Simbolon saat membuka Kegiatan Pengembangan Industri Kreatif Ukiran Kayu Berdasarkan Mitologi Batak Menunjang Pariwisata di Aula A.E. Manihuruk, Senin (16/11).


Bupati Samosir Ir. Mangindar Simbolon menjelaskan industri kreatif pada dasarnya menekankan seni kreasi yang inovatif, sehingga bahan yang tadinya masih mentah, dengan sentuhan seni inovatif, memiliki nilai tambah dan ekonomis. Produk industri kreatif diharapkan turut pariwisata Kabupaten Samosir sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beliau juga menjelaskan sebuah kreasi bukan sebatas ide/gagasan tetapi didukung dengan argumentasi sehingga relief yang terekam dalam sebuah produk kreatif memiliki arti.

Beliau juga berharap, dengan sumber daya yang tersedia di Kabupaten Samosir dapat dikreasi menjadi sebuah karya yang bermutu dan bermanfaat bagi masyarakat serta menjadi modal pembangunan. “Selama ini pandangan masyarakat luar terhadap produk-produk industri kreatif Kabupaten Samosir cukup bagus, hanya saja menurut mereka perlu ditingkatkan kehalusannya,” ujarnya. “Karena industri kreatif sangat menghargai proses, maka sifat pragmatis yang cenderung melekat pada diri masyarakat Batak umumnya, selayaknya ditinggalkan dan lebih khusus juga bagi para pengrajin, sehingga produk industri kreatifnya bermutu, “ tambah Bupati Samosir.

Kegiatan tersebut sekaligus menjaring masukan dalam rangka rencana pembuatan patung/tugu “Dalihan Natolu/Sitolu Harajaon” yang nantinya menjadi salah satu brand image pariwisata Kabupaten Samosir. Hadir pakar seni dari Universitas Negeri Medan, Dr. Daulat Saragih, M.Hum, Syahruddin Harahap, M.Si dan Bresman Silaban, M.Si.Dr. Daulat Saragih mengangkat tema Aksiologi Seni Patung Batak, Kearifan lokal Yang Terabaikan dan Tersingkirkan. Beliau mengatakan banyak kearifan lokal telah dilupakan dan disingkirkan orang Batak karena agama, padahal kearifan lokal tersebut memiliki nilai-nilai yang sangat tinggi, antara lain nilai seni, estetika, etika dan lingkungan. Syarifuddin Harahap mengangkat tema dari sisi prinsip-prinsip design.

Proses pembuatan patung tersebut nantinya akan diawali dengan ritual budaya Batak, mulai dari proses pengambilan kayu, hingga pengerjaannya oleh 10 orang pemahat dari Kabupaten Samosir. Dan peresmiannya pada Bulan Desember akan dirangkai berbagai atraksi, yakni pembukaan selubung patung Dalihan Natolu oleh tim paramotor sekaligus atraksi paralayang yang landing di Danau Toba. Selain itu juga akan dimeriahkan atraksi kembang api saat pergantian tahun.

Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kab. Samosir Drs. Melani Butar-butar mengharapakan, kedepan relief yang terekam dalam prasasti Dalihan Natolu tersebut akan dikembangkan dalam bentuk sendratasik. Ditambahkannya, pada prinsipnya instansi terkait mencoba mengangkat seni kreasi ukir Dalihan Natolu dibuat untuk meningkatkan ekonomi masyarakat melalui industry kreatif ukir-ukiran.

Menyikapi pro-kontra gagasan menggali kembali mitologi Batak, khususnya kaum agamawan yang cenderung berpendapat bahwa mitologi Batak identik dengan budaya animisme/penyembahan berhala, Bupati Samosir berpendapat, dalam konteks adat budaya Batak dikaitkan dengan visi Kabupaten Samosir, tujuan revitalisasi situs budaya Batak adalah mencoba mendalami ide/pola hidup nenek moyang, bukan dalam arti meyakini. Beliau menegaskan, sebagai keturunan Batak, perlu kita mengetahui filsafat hidup nenek moyang orang Batak, karena banyak nilai-nilai positif yang dapat kita terapkan, khususnya filsafat hubungan antar sesame dan keseimbangan lingkungan. “Dalam menggali filosofi adat budaya Batak, bukan berarti segala sesuatunya harus mutlak diadopsi. Apa yang kita anggap relevan dengan pola kehidupan masyarakat saat ini, itu yang perlu kita pahami,” ujar Bupati Samosir.

Beliau menambahkan, pada dasarnya tujuan budaya dan agama adalah mengatur hubungan/kehidupan manusia. Dan nilai-nilai agama diharapkan menjadi “garam”, melengkapi sosial budaya manusia. “Istilah-istilah dalam konteks budaya cenderung kita defenisikan negatif, padahal jika disepadankan dengan bahasa modern, pengertiannya sama,” jelas Mangindar Simbolon. “Intinya adalah penggunaan simbol atau istilah tersebut pada dasarnya trgantung niat dan tujuan kita,” tambahnya.(RS)

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com